Tidak Bisa di Mengerti
Tatapanmu yang kosong itu tidak pernah bisa membuatku
untuk mengartikan cinta. Aku yang tidak pernah memikirkanmu dalam setiap waktu
luangku, hadir begitu saja dalam setiap mimpi malamku. Sapaan halus yang kamu
hadirkan dalam setiap pertemuan singkat hanya ku anggap sebagai sebuah simbol
pertemanan yang tidak lebih dari sebuah harapan untuk saling memadukan sebuah
hati kosong tanpa berisikan seseorang yang dicintai. Senyum yang menghiasi
setiap garis guratan bibirmu itu tidak pernah menyadarkanku, selalu beranggapan
hanya sebuah senyuman yang selalu hadir disetiap pertemuan seorang teman biasa.
Berawal dari perhatianmu yang secara tiba-tiba.
Kejadian yang seharusnya tidak aku ingat masih tersimpan
dalam memoryku, pada saat aku membuat status di sebuah jejaring sosial twitter “Pusing..”. Dengan cepatnya, tidak lebih dari
5menit kamu membalas dan seolah-olah ingin tau keadaanku “kenapa?”. Pertanyaan
itu terasa berbeda. Aku yang sedang duduk santai memainkan laptopku di sebuah
panggung langsung mengarahkan mata ini pada sebuah tempat dimana kamu belajar.
Aku seperti merasakan ada suatu keganjalan pada pertanyaan itu. Apa yang aku
rasakan sama seperti orang yang sedang mengalami jatuh cinta “berdebar”. Tapi
itu hanya sesaat. Aku menganggap itu hanya pertanyaan biasa. Hanya sebuah
perhatian yang selalu kamu berikan kepada teman-temanmu. Memberi perhatian
kepada seseorang bukan berarti cinta kan.... ;)
Selanjutnya apa yang terjadi? Kamu meminta nomor
handphone ku? Ah.. Rasa keanehan itu muncul lagi. Aku menganggap kamu hanya
teman, tidak lebih. Karena aku memang mengenali kamu sejak pertama kali aku
duduk di kelas X di salah satu sekolah negeri di Bandung, aku memberikan nomor
handphone ku. Aku kira kamu akan langsung memberi ku pesan singkat atau
menghubungi ku. Tapi ternyata tidak (hahaha GR). Kami bercakap-cakap melalui direct
message. Dan kamu memberitahuku kalau kamu tidak mempunyai pulsa untuk
menghubungiku. Aku sih hanya beranggapan “Ya terus kenapa kalau tidak
menghubungiku? Masalah emangnya haha.”
Cukup lama kami bercakap. Saling membalas pertanyaan yang
kami lontarkan. Tawa canda dan kesal kami hadirkan dalam percapakan itu.
Seperti biasa, selalu menganggap perhatian itu sebagai perhatian kepada teman
biasa. Tidak pernah berpikir kamu mendekatiku, apalagi berpikir lebih bahwa
kamu mencintaiku. Itu tidak pernah terpikirkan. Terlalu angkuh bila aku
berpikir kamu mencintaiku. Tanpa bukti dan pernyataan bukankah itu tidak bisa
menunjukkan adanya rasa cinta.
Jarum jam terus berputar. Roda kehidupan terus berlanjut
dengan keadaan bumi yang tidak pernah berhenti berputar. Dan perhatian yang
begitu nyata telah aku rasakan. Perhatian yang berubah menjadi sebuah
pengharapan. Kamu menunjukkan rasa keinginanmu untuk bisa bersamaku. Tidak ada
perubahan, aku terus menganggap itu hanya sebuah lelucon. Perhatianmu, setiap
kalimat yang kamu tuliskan semakin menjadi-jadi. Rasa bingung pun datang
menghampiri dengan cepatnya. Apa yang terjadi pada saat itu benar-benar tidak
bisa disangka.
Pertanyaan yang kamu berikan padaku bukankah itu terlalu
cepat untuk dipertanyakan? 2hari untuk pendekatan bukankah itu terlalu lambat
untuk bisa saling memahami sifat dan karakter satu sama lain. Aku dan kamu
memang sudah saling mengenal tetapi tidak kenal dekat. Bisa dibilang kami hanya
mengenal nama saja (mungkin). Benar-banar tidak bisa dipercaya dengan apa yang
kamu katakan. Pembuktian rasa cintamu yang terlalu singkat itu tidak bisa
membuatku percaya begitu saja. Apa kamu sedang mempermainkanku dengan sebuah
perkataan cinta?
Bingung harus menjawab apa. Kata ‘Iya’ yang ingin aku
katakan rasanya sulit untuk aku ungkapkan. Terlalu banyak kebimbangan.
Terkadang hati ini bisa menerima tetapi kemudian bisa jadi menolak. Bagaimana
bisa aku mengambil alih hatimu bila aku masih memikirkan seorang “mantan”. Hati
ini terlalu angkuh untuk menolakmu, seorang pria dengan kebaikan yang sangat
luar biasa. Terlalu angkuh untuk mencintai seorang pria yang jelas-jelas
membuat hati sakit.
Sesak rasanya. Semua memory ingatanku bersama dia kembali
hadir. Apa yang sebenarnya terjadi? Bukankah aku sudah melupakan dia? Disaat
seperti ini mengapa dengan mudahnya kenangan yang sudah terkubur dalam kembali
berontak dalam sebuah ingatanku. Kenangan itu benar-benar tidak bisa aku
hindari. Kenangan menyakitkan itu terlalu cepat menjalar dalam setiap tetesan
darah yang mengalir ke semua sudut jaringan sistem tubuhku. Lantas apa yang
harus aku lakukan? Siapa yang harus aku pilih? Dia yang menyakitiku atau kamu
yang tidak aku cintai? Semua yang aku rasakan kini tidak bisa diartikan dengan
sebuah ungkapan kata atau sebuah lirik lagu yang diciptakan.
Tidak bisa berfikir apalagi menjawab pertanyaanmu. Sulit
untuk memilih apalagi untuk berkata “Iya”. 24 jam yang ku miliki tidak bisa
memastikan sebuah jawaban “Iya atau Tidak”. Aku masih memikirkan dia? Apa kamu
masih menginginkan seorang wanita sepertiku yang masih mengharapkan balasan
cinta darinya? Bukankah itu menyakitkan untuk kita jalani? Kamu yang
mencintaiku sedangkan aku yang masih sangat mencintai dia. Tapi entahlah.. Jawaban
yang kamu berikan sepertinya tidak tergugah dari pernyataan yang aku lontarkan
disetiap pesan yang aku sampaikan padamu. Keyakinanmu semakin membuatku
bingung. Aku takut bila aku harus menjalin cinta denganmu, aku hanya bisa
menyakiti hati yang kau berikan dan mengkhianati cinta yang ada hanya karna aku
tidak bisa melupakan dia.
Logikaku pada saat itu bisa mengalahkan perasaan yang
selalu menolak untuk menerima cinta yang lain selain dia. Kata “Iya” yang pada
saat itu selalu tersingkirkan kini tertulis pada sebuah pesan yang akan aku
sampaikan padamu sebagai sebuah jawaban dari semua pertanyaan yang pada saat malam itu kamu pertanyakan.
Lega..... Namun juga bingung. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Perhatianmu
semua kalimat gombalanmu tidak bisa aku rasakan bahwa kamu adalah sesosok pria
yang sedang menjalin cinta denganku. Terasa hambar. Terlalu banyak drama.
Setiap jawaban yang aku berikan, setiap kata cinta yang ku hadirkan benar-benar
tidak nyata. Perhatian yang ku berikan hanya hiasan dalam sebuah percintaan
antara aku dan kamu. Aku yang benar-benar mencintai dia tidak ada sedikitpun
hati yang tersisa untukmu. Dia yang selalu hadir dalam ingatanku datang
menghampiri di setiap hari-hariku bersamamu. Semuanya membuat hancur. Aku yang
tidak bisa menjaga hati untuk menolak dia hanya bisa menyia-nyiakan seseorang
yang benar-benar nyata hadir dihadapanku dengan cinta yang tidak sama besarnya
dengan dia. Untuk bertemupun rasanya sulit untuk menghampiri. Terlalu banyak
alasan yang ku berikan hanya untuk menolak disetiap kesempatan untuk bisa
bersamamu. Kamu dan dia kini berperang diingatanku, seperti berlomba untuk
memenangkan sebuah tempat istimewa dihati. Aku yang tidak bisa menepis
bayangnya hanya bisa menghancurkan di setiap romansa cinta yang ingin selalu
aku sampaikan disetiap percakapan kita. Beribu maaf selalu aku katakan disetiap
perhatian yang aku berikan padamu, ya perhatian palsu. Seandainya aku bisa
menghindari cinta terdahulu, aku benar-benar tidak akan pernah melakukan hal
setega ini. Aku memang hanya memilikimu, tapi bagaimana dengan hati ini? Hati
ini mendua, hati ini tidak bisa memilih. Sangat berat untuk melupakan dia yang
pernah mengisi kekosongan hati ini.
Maaf. Hati ini tidak bisa ku berikan seutuhnya untuk bisa
tulus mencintaimu. 4 hari kita bersama mungkin hanya sebuah status hubungan
saja yang bisa aku berikan. Kesepian pada saat itu terhapus hilang dengan
adanya kehadiranmu disetiap putaran jarum jam, tapi bagaimana dengan hati? Hati
ini masih merasakan kesendirian tanpa kehadirannya. Aku selalu berfikiran bahwa
hanyalah dia yang bisa membuatku hidup disaat saraf-saraf serta jaringan sistem
otakku berhenti tanpa detakan jantung. Aku terus membayangkan bagaimana jika
dia mengetahui bahwa aku menjalin cinta dengamu itu hanya bisa membuat dia
semakin menjauh dariku. Itu yang aku takutkan sehingga sulit untuk berkata
“Iya”.
Tuhan menghadirkanmu disaat aku masih mencintai dia. Itu
bukanlah suatu hal yang aku harapkan. Tidak bisa aku ingkari, semua yang aku
lakukan pada saat itu hanya bisa menyakiti. Tidak bisa dilanjutkan untuk bisa
bersamamu. Aku tidak ingin terus memakai topeng kebahagiaan hanya untuk
memberitahukanmu bahwa aku bahagia bisa berdua hidup bersama. Memutuskan untuk
berpisah dan menjauhkanmu dariku agar cinta yang sebelumnya hadir tidak
menambah beban sehingga mendalam ke dalam pelupuk hati terkecil yang bisa
membuat diri sendiri sulit melupakan. Sebuah kata maaf itulah yang bisa aku
berikan nyata padamu, walaupun pada akhirnya aku mengetahui bahwa cintamu itu
melebihi cintanya yang kini tidak lagi berada disisiku. Berjuta kali logika ini
meyakinkanku agar bisa menerimamu kembali. Tapi hati selalu menolak untuk
memilih setia padanya. Aku berharap dengan keputusan yang aku ucapkan tidak
akan pernah ku sesali karna apa.. Aku hanya tidak ingin semakin membuat hatimu
terluka dengan perlakuanku yang selalu membohongi diri sendiri bahkan
membohongimu. Memaksakan cinta itu sakit, apalagi memaksakan cinta untuk bisa
bersama seseorang yang tidak dicintai. Menjauh meninggalkanmu bukan berarti aku
rela kehilanganmu. Kamu yang benar-benar mencintai merupakan seseorang yang aku
harapkan, tapi hati yang tidak memungkinkan untuk menduakan. Berdosa jika harus
mengkhianati, berbohong pada diri sendiri bahwa aku mencintaimu. Berbohong pada
hati bahwa aku tidak lagi memikirkan dia. Berbohong pada dirimu bahwa aku
bercinta denganmu hanya untuk keinginan semu. Dengan begitu, lebih baik aku
melepaskan semua. Berpisah denganmu dan menjauh darinya, membiarkan diri
sendiri untuk merasakan suatu hal yang seharusnya terjadi. Lelah jika harus
menjalani sebuah kenyataan pahit seperti ini. Sehingga pada akhirnya aku lebih
memilih berpisah, tapi semua itu bukan berarti hati ini terbuang sirna. Dan
bukanlah dengan caraku ini aku berhenti mengharapkanmu, tapi mengertilah aku
membutuhkan kesendirian untuk bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Hati ini
bimbang, bingung, ragu dengan apa yang akan terjadi dihari esok. Melangkah
berjalan menelusuri bumi disetiap kaki menapakkan diri dan berharap untuk bisa
menemukan titik terang di hati. Aku yang menjalani semua ini dengan sendirian
hanya berharap dan berusaha agar aku bisa sepertimu, mencintai. Berharap kau
seperti dulu, tetap menunggu hingga aku datang untuk kembali.
Tapi.. Selalu saja logika dan perasaan saling mengutarakan
pendapat yang sangat jauh berbeda. Logika yang mengetahui semua usaha cintamu
terus memberikan semangat juang untuk kembali padamu. Dan hati takkan pernah
bisa seperti apa yang dikatakan logika. Semua yang hati ini rasakan tidak
pernah ada perubahan walaupun dia yang kini jauh tidak memperdulikanku.
Berusaha, berusaha dan terus berusaha.
Disetiap pertemuan aku mencoba mengarahkan semua hati
ini. Mencoba merasakan disetiap tatapan matamu dengan hati yang tidak
diketahui, tidak menentu. Dan tidak bisa diingkari aku merindukan semua
perhatianmu. Menyadari semuanya bahwa aku mulai merasakan cinta.
Bahagia dengan adanya cinta seperti saat ini. Mata ini
selalu saja mencuri-curi sebuah kesempatan untuk bisa melihatmu. Berharap bisa
berdua seperti saat aku mendengarkan suaramu. Getaran sebuah rindu semakin
tampak dengan panggilan sebuah nama yang kini ada dihati dan pikiranku. Selalu
membayangkanmu. Datang mengahampiri, menyanyikan sebuah lagu bertemakan cinta.
Gila rasanya. Pikiran ini terus berandai-andai. Tidak ada lagi pro ataupun
kontra. Hati dan logika kali ini bisa bersatu merasakan sebuah cinta kepadamu.
*Bersambung
Comments
Post a Comment