Pandangan Pertama



Satu hal yang paling tidak aku sukai yaitu pada saat menghadapi Ujian Akhir Semester.

Terbangun dari tidur malamku dengan mata yang masih tertutup rapat ini selalu malas untuk membangunkan tubuh lemasku. Dengan suara alarm yang masih berdering itu membuat telingaku seakan-akan merasakan kesal. Ditambah suara ibu yang terus memanggil-manggil membuatku bangun dengan terpaksa. Ku buka selimut yang selalu menghangatkan tubuh ini dan berjalan dengan kaki yang dipaksa harus mengantarkanku ke kamar mandi.

Selesai aku membersihkan tubuhku. Namun, mata ini masih saja terus mengajakku untuk kembali berdiam diri pada sebuah tempat yang semalam tadi aku tempati. Hah rasanya ingin sekali aku melanjutkan mimpi indahku itu. Tapi, mengingat jadwal saat ini seakan memaksa ku untuk membukakan mata. Dengan rasa tidak senang ku ambil tas yang selalu membawakan peralatan menulisku ke sekolah. Berpamitan lalu pergi dengan perasaan yang tidak senang itu selalu aku lakukan disaat waktu pergi sekolahku.

Kaki yang malas membawaku untuk berjalan ini rasanya sulit untuk menghampiri gerbang sekolah yang kini berada tepat dihadapanku. Mata yang masih membutuhkan tidurpun terpaksa terbuka sambil melirikkan ke semua sudut yang ada didepan mataku. Berjalan menelusuri lorong sekolah dengan bibir tanpa senyuman. Tatapan mata ini mengarahkan pada semua orang yang sedang sibuk memegang buku tanpa membaca, orang yang sedang sibuk dengan konsentrasi penuh menghafalkan semua kalimat yang ada pada buku yang dipegangnya, bahkan orang-orang yang sedang bercanda menertawakan sebuah lelucon yang mereka hadirkan dari setiap percakapannya itu. Lama sekali aku berjalan, sehingga tidak sedikit orang yang ku temui pada saat akan menuju ruanganku. Saling menyapa satu sama lain disetiap pertemuanku dengan teman-teman sekolahku. Dengan terpaksa bibirku yang masih malas terbangun ini tersenyum penuh keakraban.

Langkah ini tidak langsung mengantarkanku pada tempat dimana akan berlangsungnya ujian. Berbelok sedikit menuju ruangan yang bukan ruanganku. Ku langkahkan kakiku dan melewati dua pintu yang terbuka. Melihat disekililing ku yang penuh dengan orang-orang yang sibuk berbincang membicarakan soal-soal ujian nanti. Muak rasanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Mereka terlalu serius menghadapi Ujian Akhir Semester, berbeda denganku yang santai tanpa membuka buku sedikitpun apalagi menghafalkan artian disetiap kata dibuku itu. Sangat tidak ingin ku temui mereka yang terlalu sibuk menghafalkan semua pelajaran itu. Akhirnya ku temukan mereka, mereka yang mempunyai kesamaan denganku ‘malas’. Berteriak memanggil nama mereka dengan semangat dan senyum yang melengkung ini mungkin kebiasaanku saat aku bertemu mereka. Kaki ini melangkah menuju mereka yang sedang duduk santai saling berbincang. Seperti biasa setiap pagi kami selalu mengawali dengan sebuah kalimat yang saling mengistimewakan pria yang diidam-idamkan, atau mungkin bisa dibilang bergosip. Keadaanku yang tidak sempat duduk ini terus tertawa menceritakan seseorang dengan mereka.

Lama sekali kami berbincang. Dengan tas yang masih tergantung dipundakku langsung mengarahkan mata yang semula layu ini tertuju pada jam berwarna merah yang selalu melekat di tangan kecilku. “Sebentar lagi bel!” Semangat yang belum hadir pada kakiku untuk melangkah ini terpaksa membalikkan badan dan berjalan menuju ruangan yang pada seharusnya. Aku dan mereka mengakhiri percakapan dengan kalimat “Nanti kasih tau aku yah.” Hahaha.

Kembali aku harus berpisah dengan mereka. Kami memang masih berada dalam satu sekolah, tapi karna biasa berada dalam satu kelas rasanya cukup membuatku tidak nyaman bila harus berada ditempat yang berbeda dengan mereka. Namun, apa yang sudah sekolah perintah harus aku taati. Kaki ini kembali terpaksa untuk mencari tau dimana ruanganku. Tidak jauh. Kini pintu yang terbuka lebar itu aku temukan, ruangan yang seharusnya ku tempati. Cukup lama aku berdiam diantara pintu yang saling memisahkan itu. “Aku duduk dimana? Siapa yang akan duduk di satu meja yang berisikan dua orang ini?”. Terlalu banyak yang harus aku cari saat ini.

Ku sandarkan tubuhku yang sejak tadi berdiri ini pada sebuah kursi yang sebelumnya tidak pernah aku tempati. Ku letakkan tas selendangku pada meja yang tidak ku kenal sambil menggenggam ponsel diantara sepuluh jemariku. Ku lirikkan sesekali mataku ke semua orang yang ada di ruangan ini. Hah dia yang masih ku pertanyakan siapa yang akan duduk disampingku ini belum menampakkan wajahnya juga. Semua ujung titik ruangan aku lihat untuk mencari tau siapa dia. Nihil... Belum ku temukan. Kembali ku mainkan ponsel yang sejak tadi ku genggam. Tiba-tiba mataku yang sudah lelah mencari tau ini seperti menyuruhku untuk melihat ke arah pintu yang membuka, pintu yang saling memisahkan itu. Oh My God.... Style nya yang terpampang jelas untuk ku lihat begitu memukau bagi mataku. Setiap langkahnya dan tatapan mata kepada teman-temannya itu begitu melemahkan hati.

Satu langkah, dua langkah hingga lima langkahnya itu belum juga terhenti. “Apa dia.....?” Aku tidak berani meliriknya apalagi menatapnya. Sisi mataku ini sedikit melihat bahwa dia berhenti tepat dimana aku duduk bersandarkan tubuh lemasku. Hah lagi-lagi hati ini melemah. Dia yang kini berada disampingku seperti tidak mempunyai keinginan untuk menatapku sedikitpun. Satu huruf apalagi satu kata itu tidak terdengar olehku atau mungkin dia memang tidak berkata apapun. Aku hanya duduk santai dengan jemari yang saling dipertemukan dan dipisahkan kembali itu aku lakukan berulang-ulang, seakan-akan getaran yang menyesakkan hati ini tidak pernah terjadi. Diantara kami tidak ada sedikitpun suara. Saling menyibukkan diri sendiri seperti orang yang saling tidak mengenal. Yaaaaa aku dan dia memang pertama kali bertemu pada saat ini, hari ini, hari pertama berlangsungnya Ujian Akhir Semester.

Kini pengawas yang tidak pernah ku harapkan itu tepat berada didepan ruanganku, sambil menanyakan, “Ruangan 3?”

Seperti pada umumnya, semua guru pasti menyuruh semua siswa-siswinya untuk menyimpan tas didepan kelas. Sambil menunggu semua orang yang berdesakan untuk menyimpan tas itu, aku masih santai duduk berdiam dengan mata yang mencuri-curi waktu untuk sedikit melihat wajahnya yang sejak pertama muncul dihadapan mataku yang selalu melemahkan hati itu. Ah sialnya aku tidak pernah memergoki dia sedang melihatku.
Ku ambil tasku dan berjalan kedepan menyimpan tas. Ku balikkan badanku, dan mata ini berhasil melihat dia yang juga melihatku. Aaaaaaaa rasanya aku ingin pergi keluar ruangan dan berteriak sekencang-kencangnya.

Kembali kusandarkan punggungku ini tanpa rasa ragu. Helaan nafas yang begitu banyak mengeluarkan karbondioksida ini mengawali semua kegiatanku untuk menghadapi soal ujian yang akan dibagikan pengawas. Ku keluarkan semua peralatan perangku untuk melawan semua pertanyaan yang ada di dalam soal itu.
 
Kali ini aku tidak berani mempermainkan ponsel, pensil runcing inilah yang ku permainkan untuk menyembukan semua getaran yang ada dihati ini.

Comments

Instagram