Sebatas Mimpi
Setiap ucapannya
itu selalu aku simpulkan bahwa dia memang benar-benar mencintaiku. Berkata
lembut penuh kemesraan selalu hadir disetiap percakapan. Terdengar merdu setiap
kata yang keluar dari bibir indahnya yang selalu menghadirkan sebuah senyuman
yang masih ku ingat hingga sekarang. Damai terasa setiap pujian yang dia
berikan. Kata-kata manis dan tingkah laku manja selalu membuat ku percaya.
Tidak ada pikiran buruk. Selalu beranggapan baik. Selalu percaya seakan-akan
cintanya tulus dan tak bernoda. Disaat dia hilang pun selalu beranggapan “Ah,
mungkin dia sedang sibuk”.
Semuanya sungguh
terasa indah. Terasa sempurna antara ucapan dan perlakuan yang selalu dia
berikan. Sehingga terbius dan selalu mengharapkan kehadirannya yang terlewat
batas memberikan ketenangan dan kedamaian hati. Rasanya seperti dibutakan.
Bersamamu bukanlah
suatu hal yang aku harapkan. Tetapi dengan berjalannya jarum jam setiap saat,
apa yang tidak aku harapkan merupakan wujud nyata sebuah keinginan yang
sebenarnya sangat aku inginkan, diidamkan dan diharapkan. Rasa bahagia yang
selalu dia berikan membuat air mata ini tidak pernah hadir melewati
setiap guratan pipi. Janji yang diucapkan membuat kepercayaan ini selalu
melekat. Janji bersama, selalu berdua dan tidak pernah meninggalkan. Selalu
menjalin dengan cinta yang benar-benar nyata.
Sungguh mesra.
Terbit matahari hingga terbenamnya matahari rasa cinta yang dia tunjukkan
benar-benar terasa dibenak hati. “Apa yang harus diragukan?” terkadang hati ini
selalu berucap. Dia selalu memberi kabar baik. Tidak pernah meninggalkan.
Selalu ada menemani disetiap berdetaknya denyutan jantung yang masih hidup ini.
Tapi... Apa yang
terjadi saat ini? Semuanya berbeda. Tidak lagi sama dengan apa yang pernah
terjadi sebelumnya. Hilang. Rasanya tenggelam terbawa arus gelombang. Lenyap.
Tidak menyangka. Sangat tidak menyangka. Kepercayaan ini seakan memudar.
Seakan-akan seperti matahari terbenam selamanya. Kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi sesuatu yang sia-sia. Kepercayaan yang dibalaskan dengan
kebohongan yang membuat semuanya hancur berantakan. Sangat tidak menyangka bila
dia harus mengakhiri semua ini.
Aaaaah. Bingung
rasanya. Apa yang membuat dia bisa berubah drastis seperti ini? Secepet itukah
dia harus berpaling? Sama sekali tidak bisa aku artikan dengan perlakuannya.
Kalimat yang dia lontarkan sungguh membuat telinga ini seperti mendengar sebuah
nyanyian keras dengan volume melebihi dari batas maximal. Sakit sekali. Dengan
santai dia berucap, “Maafkan aku tidak bisa lagi menjalin hubungan ini. Kita
sudah tidak ada kecocokan lagi”. Aku pikir itu hanya sebuah alasan yang jauh
berbeda dengan kenyataan. Ini bukan masalah ketidakcocokan. Dengan waktu
secepat ini kamu berpaling? Itu merupakan pengkhianatan. Mengkhianati
kepercayaan. Mengkhianati janji yang diberikan. Mengkhianati hati. Mengkhianati
cinta yang selama ini terjalin dengan sangat baik.
“Mengapa kini kau
ubah semuanya? Mengapa kau berpaling? Mengapa kau hancurkan semuanya?”
Berantakan. Hati
yang selama ini terkemas rapi berantakan. Berhamburan dimana-mana. Bahkan
sebagian hilang tidak bisa disatukan.
Sepi yang selalu
menyelimuti membuat hidup seakan tak berdaya. Membalutkan kesepian mendera
setiap malam. Berdiam disudut titik malam, dengan tatapan yang tak berarti
selalu ku lakukan. Mengingat masa-masa indah yang tak lagi aku rasakan. Pahit
rasanya. Janji yang terucapkan hanya sebuah bayangan. Tidak ditepati, tidak
terlaksanakan.
Apa yang kau
katakan tidak pernah menjadi nyata. Sedangkan aku yang mendengarkan selalu
berharap semua itu menjadi wujud pembuktian.
Sulit untuk
mengubah rasa ini. Di khianati itu rasanya sakit. Tapi apa yang harus ku
lakukan? Hati ini selalu memihak padanya. Cinta ini disia-siakan. Tapi sulit
untuk mengahapusnya.
Ya... Rasa ini masih
ada. Tidak pernah hilang. Tidak pernah terhapuskan. Biarkan... Biarkan rasa ini
tetap ada dan menghilang dengan sendirinya. Biarkanlah cinta tak terbalas bila
memang harus ku nikmati cinta hanya sebatas mimpi. Biar saja kasih indah tak
pernah lekat walau semua ini hanya sebuah mimpi.
Comments
Post a Comment